Perekonomian Aceh dinilai tidak berkembang secara signifikan meskipun usia perdamaian antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan RI telah mencapai 10 tahun. Hal tersebut disampaikan oleh pakar ekonomi Islam Dr. Nazaruddin A. Wahid, M.A.
“Stabilitas keamanan mungkin membaik, tapi dari sektor ekonomi saya rasa kita harus berbenah kembali, karena sampai sekarang ekonomi kita masih belum tumbuh secara signifikan,” ujar Nazar kepada portalsatu.com, Kamis, 13 Agustus 2015.
Menurut dia angka kemiskinan masih tinggi di Aceh. Hal itu menjadi indikator bahwa perekonomian di Aceh masih belum berkembang maksimal. Dia turut menawarkan tiga solusi yang bisa membuat ekonomi Aceh melesat maju.
“Pertama adalah keahlian rakyat, sentra ekonomi khas seperti UKM, dan keterlibatan swasta yang harus ditingkatkan,” ujarnya.
Ia mengatakan keahlian rakyat dalam berinovasi dan mengembangkan perekonomian sangatlah dibutuhkan. Pemerintah diharapkan mau mengucurkan dana untuk meningkatkan keahlian rakyat tersebut.
“Skill dalam berinovasi sangat dibutuhkan untuk meningkatkan daya jual dan tingkat kompetitif,” katanya.
Tak hanya itu, sentra ekonomi khas juga menjadi titik tolak bagi perekonomian Aceh untuk berkembang. Usaha Kecil Menengah (UKM) milik rakyat juga harus diperhatikan oleh pemerintah dan terus dikembangkan.
“UKM itu sangat efektif untuk menyerap tenaga kerja sehingga dapat meminimalkan angka kemiskinan. Ya, jika semua orang sudah punya pekerjaan maka kemiskinan itu tidak ada atau bisa ditekan,” ujarnya.
Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam UIN Ar-Raniry ini juga mengatakan keterlibatan swasta dalam sektor ekonomi turut memiliki andil besar dalam memajukan ekonomi Aceh.
“Pengusaha itu janganlah melulu mengharapkan amprahan APBA untuk bergerak. Coba seandainya pengusaha lebih aktif dalam berinovasi dan melibatkan diri dalam pembangunan ekonomi tanpa menunggu APBA. Pasti sektor ekonomi Aceh akan meningkat pesat,” katanya.