Sempat terlintas di benak saya, suatu masa akan ada perpustakaan kitab terbesar di Aceh yang berada di ibu kota provinsi Aceh.
Perpustakaan yang komplit kitabnya, fasilitas memadai, kapasitas ruangan besar dan memiliki taman sebagai wahana belajar di alam bebas.
Dengan adanya perpustakaan kitab seperti ini di Aceh, akan sangat menguatkan khazanah keislaman Aceh. Apalagi jika kita adakan kegiatan agama seperti muzakarah, mubahatsah dan pengajian rutin.
Tentunya, dengan keberadaan perpustakaan ini pula, dapat menggalakkan kembali anak muda Aceh akan pentingnya menuntut ilmu agama.
Selain itu, tempat seperti ini akan menjadi basis besar bagi para santri yang tergabung dalam berbagai organisasi, seperti RTA, HATAR, FSI dan organisasi santri lainnya.
Secara kasatmata ingin saya katakan, ketika saya mengunjungi rumah baca Ruman Aceh, saya melihat pemandangan yang luar biasa, buku tersusun rapi, berbagai fan ilmu ada dan pastinya memanjakan mata.
Bagaimana jika perpustakaan ini benar-benar terwujud, saya yakinkan, tidak ada orang yang tidak takjub melihat ratusan dan bahkan ribuan kitab tertata rapi, dengan cover kitab yang khas, ditulis dengan khat arab yang indah, lembaran kuning yang menjadi corak yang berbeda dari buku bacaan lainnya.
Bukan tidak mungkin juga akan menggugah hati yang mati ilmu akan kembali hidup, yang belum mendapat hidayah akan ada cahaya ilmu yang tumbuh dan menyatu dalam jiwanya. InsyaAllah, juga akan menarik orang yang kufur memeluk islam agama rahmatan lil ‘alamin.
Sekarang, coba kita melihat perpustakaan besar yang ada di pondok pesantren di Aceh, seperti Mudi Mesra Samalanga dan pesantren lain. Perpustakaan yang ada di pesantren Aceh sebatas di lingkungan pesantren saja.
Harapan kami kedepannya, pemerintah mengupayakan adanya perpustakaan kitab di Aceh yang mampu menjadikan Aceh sebagai pusat islam di Asia. Dengan begitu, ketika ulama Internasional bersilaturahmi ke Aceh dan mengunjungi perpustakaan ini, akan menjadi suatu keberkahan tersendiri bagi bumi Aceh serambi Mekah.
Kita juga bisa belajar dari sejarah, dimana banyak perpustakaan umat islam yang dibakar dan dimusnahkan oleh kaum kafir, mereka mengambil sebagian kitab dan mengembangkan ilmu yang sesuai dengan kebutuhan mereka serta mengklaim bahwa ilmu yang mereka terapkan sekarang ini adalah hasil penemuan dan penelitian mereka.
Kejadian seperti ini tidak boleh lagi terjadi, Aceh harus caroeng, jangan ada lagi anak Aceh yang tidak tahu apa itu kitab, lebih lagi buta huruf Alquran. Na’udzubillah.
Saya beserta teman-teman yang tergabung dalam Tim Hibah Kitab, terus bekerja mengumpulkan donasi dari berbagai pihak, untuk membantu para santri yang kesulitan untuk belajar karena tidak memiliki kitab. Ini hanya upaya kecil yang bisa kami lakukan dalam mencerdaskan anak Aceh, terlebih lagi mereka yang yatim, miskin dan muallaf.
Kami juga optimis akan ada langkah besar yang akan ditempuh pemerintah untuk mewujudkan impian besar ini.
Sekarang adalah waktunya bagi Aceh untuk menghidupkan kembali perpustakaan kitab dan khazanah islam. Semua itu kita mulai dari Aceh.