Salah satu prinsip utama gontor adalah prinsip “berdiri di atas dn untuk semua golongan”.Prinsip yg keluar dari bibir mulia trimurti ini bermula dari sejarah. Dicoba existensinya dengan berbagai peristiwa sejarah. Dan akan dibuktikan oleh sejarah. Bahwa prinsip ini benar, memang gontor harus begini, dan jangan begitu. Karena sejarah biasanya berulang, cuma kita terkadang belum paham atau belum tahu akan berulangnya sejarah itu.
“Berdiri diatas dan untuk semua golongan” bukan berarti tidak punya prinsip, tidak punya pegangan, tidak boleh berorganisasi, tidak bermadzhab, atau tidak boleh berpartai…Silahkan ber-ormas atau berpartai, ber-LSM, ber-aliran atau bermadzhab, karena itu semua adalah kebutuahan manusia untuk mengolah existensinya. Tapi jangan sampai FANATIK BUTA terhadap ormas, partai, madzhab, atau LSM-nya. Di Gontor kita sudah diajarkan seperangkat ilmu dasar pengambilan ilmu hukum Islam, di Gontor-pun di ajarkan bidayah mujtahid oleh sebagian kalangan disebuat “Kitab Bingung” karena hanya menyebutkan dalil yang menjadi alasan suatu madzhab menganut fatwa imamnya, tanpa menyebutkan pihak mana yang lebih benar.
Gontor dulu pernah diamuk para santri keblinger yang mengancam hendak mengganti Pak Kyai. Para santri itu berdemo, menuntut perbaikan lauk pauk. Kasur-kasur dibakar, lonceng dibunyikan, mereka menolak masuk kelas, menolak diajar, mereka bernyanyi-nyanyi seperti orang gila. Sebagian Guru ada yang memang jadi provokator bersama dengan anak-anak yang dari kelas experiment (intensif) yang duduk di kelas lima.
Tuntutan yang mereka kaburkan, padahal tujuannya satu : Ingin menarik Gontor menjadi salah satu Pesantren yang berfiliasi dengan Partai yang mereka usung. Jargon Gontor yang berdiri diatas dan untuk semua golongan hendakk mereka ganti menjadi satu golongan saja, dan satu-satunya yang bisa menjamin ini berjalan adalah dengan mengganti Kyai-nya. Pada masa-masa itu, pergolakan politik di Indonesia memang sudah menggila, sehingga dunia pendidikan juga hendak dimasukinya.
Rumah Pak Lurah (KH Rahmat Soekarto) mereka obrak-abrik, kambing beliau mereka ambil. Teriakan pak Zarkasyi dan Pak Sahal tidak mereka hiraukan. Mereka berteriak-teriak “Kyai Bohong…Kyai ngapusi…Kyai dusta…”, berhari-hari lamanya Gontor di cekam kondisi tidak menentu. Sehingga akhirnya Para Kyai memutuskan bahwa Gontor akan Libur Panjang dalam waktu yang tidak bisa ditentukan. Para santri dipersilahkan pulang, dan bagi yang tidak terlibat akan dipanggil kembali.
Gontor lengang. Sepi tak berpenghuni. Para santri yang cuma ikut-ikutan sekearang sadar, bahwa mereka itu tamu. Pak Kyai-lah yang punya pondok, Pak Kyai-lah yang memimpin Pondok, pak Kyai-lah yang punya ilmu. Mereka disini Cuma menumpang sementara, mohon untuk dididik dan dibina, diberikan ilmu yang bermanfaat.
Tapi kenapa mereka sekarang justru ingin mengganti pemilik pondok ini. Siapa mereka? Siapa mereka?? Mereka kini sadar setelah Pondok memulangkan mereka. Fikrian Gila dari sebagian Bapak Guru dan kelas lima yang mempengaruhi mereka perlahan-lahan mulai luntur.
Itulah kenapa Khutbatul Arsy itu diadakan setiap tahun dengan tema yang sama. Bertahun-tahun ada pidato Pak Kyai dengan materi dan tema yang sama. Karena betul kata pak Kyai, menerangkan tentang Gontor itu harus seribu kali. Itu juga ada yang fahamnya 50%, 25%, atau bahkan ada yang Cuma 5%. Peristiwa itu pula yang mendasari keputusan bahwa OPPM itu pada awal pergantian pengurusnya haruslah diambil dari anak-anak santri yang minimum 3 tahun tinggal di Gontor. Santri Intensif belum boleh masuk pada awal pergantian ini. Karena itulah sunnah, itulah aturan, itulah ketaatan. Saat itulah keluar kata-kata Pak Sahal yang terkenal sekali :
“Kalau Rumah saya atau lauk pauk dirumah saya lebih baik dan lebih enak dari Asrama dan Lauk pauk santri-santriku, maka kalian boleh memberontak kepada saya….”
Dalam belajar, kita betul-betul diajari ilmu itu netral. Tidak ada manhaj Nu, manhaj muhammadiyah,manhaj salafy, manhaj tarbawy, semua ilmu itu netral. Bahkan pada masa tertentu jika kita sudah dianggap menguasai ilmu, kita malah diminta belajar “manhaj liberal” di PKU unida. Makanya di Gontor ini adzan jumatnya dua Kali, tapi tidak pakai dzikir jamaah,
.Tarawihnya 11 rokaat, tapi Ada pembacaan sholawat diantara rokaatnya. Ada Surat yaa siin yg dibaca setiap Ada keluarga pondok yg meninggal. Tapi tidak Ada 3 harian, 7 harian, sampai 40 harian. Begitulah keilmuan ini dijunjung di Gontor. Ilmu itu netral
Memilih partai, ormas, madzhab, atau apapun itu, pada hakekatnya adalah menyamakan semangat perjuangan. Dan itu semua adalah SABIL (jalan kecil/parit) yang tentu saja jumlahnya amat sangat banyak sekali di dunia ini (karenanya ada bentuk jamak dari SABIL yaitu SUBUL). Maka itulah kita diajarkan untuk memohon petunjuk kepada Allah untuk ditunjukkan kemana AS-SHIROT AL-MUSTAQIM (Jalan yang lebar dan luas, sehingga bisa menelan semua yang ada) itu. Ini diperintahkan Allah kepada semua umat Islam. Maka itu jangan merasa paling benar sendiri selama masih berjalan pada SABIL. Karena kita semua tidak pernah tahu, mana diantara semua SABIL itu yang berkenan diberikan syurga oleh Allah….
Ini juga bukan berarti Gontor tidak punya prinsip, meng-iya-kan semua hal meski bertentangan dengan syariat, tidak! Gontor tetap punya pendapat, tetap berprinsip meskipun berseberangan dengan dengan suara mayoritas misalnya. Dulu ISID (unida) di masa reformasi pernah dikirimi (maaf) bra dan celana dalam wanita, hanya gara2 ISID tidak mau ikut berdemo di jalanan. Gontor faham suara rakyat harus di sampaikan. Tapi jika ada cara yg lebih efektif, kenapa harus berdemo dan meninggalkan bangku kuliah padahal menuntut ilmu itu hukumnya fardhu ain bukan fardu kifayah.
Sekarang, ketika politik berubah haluan, ketika partai yg di zaman reformasi dihina dan dinista telah berubah jadi yg tuju dan diburu. Barulah semua orang mengakui bahwa apa yg dilakukan Gontor dengan tetap berdiri diatas dan untuk semua golongan itu, ternyata benar kiranya….
Berdiri di atas dan untuk semua golongan, tanpa harus kehilangan pegangan, tanpa harus bingung bersikap, tanpa harus kehilangan percaya diri, itulah Gontor.