“Jangan bilang sembahyang ashar, sembahyang maghrib, sembahyang duha, tapi bilanglah sholat ashar, sholat maghrib, atau sholat duha. Sebab sembahyang itu adalah kalimat yang mengandung sirik. Itu dulu berasal dari kalimat Sembah dan Hyang. Jadi penggunaan kalimat sembahyang untuk mengganti kata sholat hukumnya haram”
Memang sekilas, apa yang disampaikan diatas ada benarnya. Tapi menurut saya, agak kebablasan kalau menghukumi haram. Sebab bahasa atau kata itu, jika sudah memiliki makna tersendiri berdasarkan kesepakatan bersama, maka makna itulah yang dipakai, tidak perlu lagi dibahas asal muasal katanya darimana dan sebagainya. Contohnya seperti kata AMIN dalam agama kita.
Setelah diteliti oleh para arkeolog (apa istilah yg menyelidiki tentang bahasa ya?) ternyata kata AMIN bukan cuma dimiliki oleh orang arab (baca : muslim). Tapi orang Yahudi juga bilang Amin, orang kristen juga bilang Amin.
Dan setelah diteliti lebih lanjut, bahwa kalimat AMIN ternyata terambil dari nama dewa mesir kuno AMOON. Ini masuk akal, karena ketiga agama samawi (Islam, Yahudi, dan kristen) ketiganya memakai.
Ini menandakan bahwa AMIN juga masuk kedalam bahasa Ibrani yang menjadi bahasa induk bagi Taurat dan Injil.
Kenapa Al-quran tidak merubahnya?? Karena memang demikianlah kebiasaan orang arab untuk mengungkapkan “kabulkanlah”. Bukankah Allah mengutus para Rasul dengan bahasa kaumnya??
Demikian juga pada penggunaan kata ANTUM. Ini digunakan oleh kita masyarakat Indonesia untuk menyebut ANDA dalam bahasa arab, kepada orang yang lebih tua / lebih dihormati.
Ini kan seakan-akan kita lebih menghormati manusia daripada Allah. Kepada Allah saja kita menyebut ANTA kok, tapi kepada manusia kenapa kita sebut ANTUM?? Ya, karena bahasa adalah hasil dari kesepakatan bersama….