Para petinggi Pondok Modern Gontor tengah berada dalam kereta menuju ke Cirebon. Tujuannya adalah napak tilas dan silaturahmi dengan keluarga besar keraton kasepuhan cirebon.
Agar jangan sampai lupa sejarah atau bahkan melupakannya, bahwa babad pertama tanah Gontor, peletak dasar pertama Gontor, pembuka sejarah sebuah pesantren yg saat ini tumbuh dengan 23.000 santrinya di seluruh Indonesia ini dimulai dari Keraton Kasepuhan Cirebon ini..
Bermula dari seorang pangeran dari keraton kasepuhan ini, bernama Sulaeman Djamaludin. Pangeran nan pilih tanding ini (Kalau diruntut lagi, maka akan tiba pada Trah Sunan Gunung Jati) di utus ke sebuah pesantren di Ponorogo selatan bernama pesantren tegalsari.
Beliau menunut ilmu disana, dibarengi dengan pembekalan ilmu tauhid dan Syariah dalam madzhab Imam syafi’i yg waktu itundi anut Kyai Tegalsari, seorang Kyai dengan kewaskitaan yg tinggi, sehingga konon beliau ini pernah dijemput dengan kereta untuk di undang ke solo tapi beliau menolak dan memilih berjalan kaki, namun ternyata beliau sampai lebih dulu ke solo dari para penjempuntnya itu…
Beliau melihat bahwa Sulaeman Djamaludin ini seorang pemuda yg cerdas, bergas, dan berqibawa.Mata batin beliau membaca, bahwa Sulaeman Djamaludin ini kelak akan menjadi Kyai sebuah pesantren yg suatu saat nanti akan membesar dan menjadi salah satu pusat peradaban Islam di telatah Nusantara.
Mata batin beliau terus membaca demikian. Melihat dan menyaksikan bahwa Sulaeman Djamaludin ini semakin menunjukkan bahwa dirinya bukanlah pemuda biasa, maka diapun diambil menantu oleh Kyai Tegalsari. Beliau yakin, kalau suatu masa nanti, apa yg beliau baca dengan mata batinnya akan menjadi sebuah kenyataan…
Akhirnya diperintahkannya Sulaeman Djamaludin ini bersama 40 orang santri (Syarat Sholat Jumat yg dianut Madzhab Syafi’i minimal adalah 40 orang) untuk pergi dan membangun pesantren disebuh hutan tanpa nama.
Letaknya sekitar 5 KM dari tegalsari. Hutan itu lebat sangat, tentu saja juga sangat sunyi, juga angker. Karena di Hutan itulah ternyata para pembegal itu menaruh dan menyimpan harta rampasannya. Jadi “pagar ghaib” dan tubuh kasar para pembegal itu menjadi taruhan bagi mereka untuk mempertahankan hutan itu dari siapapun….
Berhari-hari bahkan berbulan-bulan Sulaeman Djamaludin beserta santri-santrinya satu persatu mematahkan perlawan para pembegal itu. Ilmu kanuragan seorang Pangeran dari Keraton Kasepuhan Cirebon, ditambah gemblengan ilmu tauhid yg mumpuni dari Pesantren Tegalsari sama sekali tidak membuat Sulaman Dajamludin mengendurkan niatnya untuk membangun pesantren di tempat itu.
Ketika akhirnya Tonggak sejarah pesantren berhasil di tancapkan di hutan itu, sebagai pengingat maka di sebutlah Hutan itu dengan sebutan Hutan GONTOR. Sebuah anonim dari pangGON koTOR, bahwa hutan ini dulunya pernah menjadi tempat kotor, tenpat para pembegal menyimpan harta rampasannya..
Kelak pada Generasi ke empat, Pesantren ini mulai menebarkan harumnya ke pelosok negeri, bahkan ke mancanegara dengan konsep dan tata kelola baru yg mendobrak dunia pesantren waktu itu….
Gontor dan keraton kasepuhan…Satu Trah…satu keturunan…