Ada alasan menarik sehingga Gontor menjadikan tahun ajaran barunya jatuh pada bulan Syawwal dan menjadikan libur panjang para santrinya pada bulan Ramadhan.
Selain sebagai identitas pesantren sehingga menggunakan kalender hijriah dan bukan masehi, Gontor juga membangun sebuah pesan bahwa masuk Gontor itu tidak bisa dijadikan sembarang pendaftaran. Misalkan ada orang tua yang berfikiran
“ah nanti kalau anakku tidak masuk SMP Negeri masukin saja ke Gontor, pendaftarannya toh sama bulan Juli juga…”
Tapi daftar anaknya ke Gontor harus berangkat dari niat yang tulus untuk mensekolahkan puteranya di lembaga pendidikan yang berorientasikan kepada ilmu. Bukan ijazah atau bukan juga orientasi lain. Jadi kalau orang tua mencari lembaga seperti itu, maka meskipin pemdaftarannya di luar Bulan Juni, tentu tidak ambil peduli….
Nah, soal liburan. Kenapa Gontor memilih Ramadhan? Karena libur panjang di Gontor itu panjang sekali. Sangat panjang. Sampai 50 hari.
Liburan terpanjang yang saya pernah rasakan. Sedangkan para santri itu pemuda, yang hampir setahun penuh belajar tanpa tahu dunia luar itu seperti apa. Masa muda dan waktu kosong ada sumber kerusakan dan semua kerusakan. Demikian yang ditanamkan kepada kami.
Maka di setinglah liburan kita pada bulan Ramadhan. Agar apa?? Agar waktu kosong ketika liburan itu bisa di salurkan untuk ibadah atau kegiatan positif lainnya. Jadi liburannya bermanfaat dan bukan liburan yang liar.
Terbangunnya semangat ibadah atau membantu orang lain ketika liburan inilah yang dibawa ketika tahun ajaran baru. Bukan semangat untuk mengacau, semangat untuk kabur dari gontor karena terpesona dunia luar, atau semangat merusak yang terbawa karena perkenalannya mereka dengan dunia luar. Sekedar menengok sejarah, Bani Israel bisa sangat tersesat ketika ditinggal nabi musa 40 hari saja. Apalagi para santri yang meninggalkan pesantren 50 hari lamanya. Siapa yang bisa menjamin mereka tidak berubah?
Dan menikmati libutan dalam nuansa religi ini adalah liburan yang tak terlupakan….Alhamdulillah…