Sedikit ungkapan ustazuna Dr. Ahmad Hasan, salah satu murid terdekat alm. Sheikna Prof. Wahbah Zuhaily tentang sheikhna Al Zuhaily. Ustazuna Dr. Ahmad Hasan adalah salah satu lambang tawadhu orang berilmu yang dikenal di Universitas Damascus, layaknya guru-guru beliau. Kemarin sempat silaturahim ke rumah beliau, sebuah apartemen di daerah ruknuddin yang beliau sewa.
Rumahnya di pinggiran kota Damascus hancur akibat perang, bukan saja rumah sekaligus perpustakaan dan ijazah beliau sekalian. Namun, karena ilmunya itu di dalam dada, bukan di dalam kardus, perpus ataupun dalam buku, jadi mau hancur ijazah dan buku-bukunya, sama sekali tidak mempengaruhi kualitas keilmuwan beliau.
Hafizallah ustazna Dr. Ahmad. Beliau mengatakan:
Ustazuna Prof. Al Zuhaily adalah salah satu Faqihul Ummah abad ini, beliau aktif membahas dan menulis di semua bidang ilmu agama dan hukum. Karya-karya beliau menjadi referensi utama bagi para mahasiswa di berbagai universitas Islam seluruh dunia. Majami’ Fiqhiyyah menjadi saksi bahwa beliau sangat aktif dalam pembaharuan dan ijtihad-ijtihad hukum kontemporer. Bank-bank Islam di berbagai Negara di dunia menjadikan beliau referensi dalam mengambil kebijakan-kebijakannya, khususnya Syrian International Islamic Bank, dimana beliau menjadi pengawasnya.
Saya sering mendampingi beliau dalam perjalanan di dalam negeri maupun di luar negeri, saya melihat beliau itu benar-benar seorang “alim amil” yang sangat tawadhu, khususnya dalam sholat beliau selalu harus tepat waktu. Suatu ketika saya bertanya tentang produktifitas beliau dalam menulis, beliau mengatakan sangat menikmati dan senang saat duduk dan menulis, terkadang sampai 18 jam sehari beliau menulis, hanya berhenti untuk sholat saja.
Suatu hari, sekitar 10 tahun yang lalu, saya bertemu beliau di Al Assad National Library Damascus, beliau mengatakan sedang menulis tentang Hak dan Kebebasan, dan beliau meminta saya untuk mengambil beberapa buku yang ada di rak perpustakaan sebagai referensi. Tidak lama berselang beberapa waktu, mungkin kurang dari dua bulan, tiba-tiba beliau mendatangi saya dan memberikan sebuah buku tebal berjudul “Haqqul Hurriyyah”, yang diterbitkan oleh Dar Fikr. Dar Fikr ini salah satu penerbit bergengsi di Timur Tengah, yang berpusat di Suriah dan punya cabang di Amerika dan Inggris.
Karir akadiemisnya di universitas Damascus dimulai sebagai seorang dosen, kemudian ketua prodi Fiqh Islami dan kemudian menjadi Dekan Fakultas Syariah.
Saat menjadi Dekan, beliau berjanji tidak akan duduk di kursi Dekan yang disediakan buat beliau apabila ada sahabat-sahabatnya yang masuk ke ruangannya, tetapi beliau bangun dan duduk di sofa bersama dosen itu, meskipun masih muda.
Beliau sangat menghargai waktu, tidak pernah terlambat apabila berjanji, apalagi mengingkarinya. Suatu ketika, beberapa waktu yang lalu sejak beliau mulai sakit, saya bertemu beliau berjalan tergopoh-gopoh ke masjid Kuwaitiyah untuk melaksanakan sholat Jumat, saya menyalami beliau dan mencium tangannya, “Sayyidi, bukankah kondisi anda yang sakit seperti ini menggugurkan kewajiban sholat Jumat?”, kata saya.
“Benar, kondisi saya memang menggugurkan kewajiban sholat jumat bagi saya, namun saya saat ini di posisi qudwah dan contoh”. Beliau ingin mengajarkan kita semua dengan memberi contoh, bahwa sholat jumat itu sangat penting dan sangat wajib, jadi jangan cuma karena alasan kecil meninggalkan sholat jumat.
Beliau itu teladan dalam perkataan dan perbuatannya, akhlaknya yang agung membuat siapapun yang melihat, bertemu ataupun mendengarnya akan cinta padanya. Dalam kondisi sakitpun beliau selalu berusaha tersenyum pada siapapun.

Satu hal luar biasa yang selalu kami temui pada beliau adalah tidak pernah mengecewakan orang lain, selalu ingin kebaikan bagi orang lain, setiap nasehat dan perkataannya selalu mendoakn murid-muridnya. Rahimallah sheikhna Al Zuhaily, semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada beliau dan kita semua pada karena cinta.
Oleh: Saief Alemdar