Sebuah surat dilayangkan dari salah satu Islamic Center, di sebuah Negara Eropa, kepada Majma Fiqh Islamy di Jeddah, mereka bertanya tentang beberapa hal, antara lain, “Apakah boleh menyewa gereja untuk tempat berkumpul atau shalat jumat, karena di Negara kami tinggal, kami minoritas, dan kami belum mendapat izin membangun masjid, dan hanya gereja lah yang murah untuk disewa”.
Majma Fiqih Islami menjawab, “ Boleh menyewa gereja untuk shalat jumat, kalau memang tidak ada kemungkinan lain, dan apabila ada patung yang di arah kiblat, harus ditutup atau diberi pembatas”.
Saat membaca surat itu, tanpa memperdebatkan jawaban setuju atau tidak dengan jawaban Majma Fiqih tersebut, aku merasa betapa umat Islam yang minoritas disana sangat berpegang teguh dan ingin melaksanakan ajaran Islam dengan sempurna, sampai-sampai mereka “harus menyewa gereja untuk shalat jumat”.
Miris kalau melihat Negara Timur yang penuh dengan masjid, tapi tidak pernah dimanfaatkan untuk kebaikan Islam dan Umat Islam, bahkan berlomba-lomba menghias masjid untuk dibangga-banggakan.
Aku teringat cerita sheikhna Dr. Hisyam Burhany, dalam pengajian “Tajul Urusy” di masjid Taubah, beliau menceritakan pernah ke Masjid Aqsha bersama ayahnya Al Murabbi Allamah sheikh Saied Burhany, yang wafat tahun 1967, beliau tidak menyebutkan tahun perjalanan itu, tapi yang pasti antara tahun 1948-1967.
Beliau shalat subuh di Masjid Aqsha, yang anehnya adalah Masjid Aqsha itu bisa menampung ribuan jamaah sholat, tapi waktu subuh itu yang sholat cuma 5 orang! 1 iman, 1 muazzin, dan satu lagi penduduk disitu, jamaah tetap, dan 2 orang lagi adalah musafir, yaitu sheikh Hisyam dan ayahnya. [Saief Alemdar]