Letnan Faruq sedang menginspeksi pasukan yang baru datang, sambil bertanya tentang kondisi mereka. Tiba-tiba matanya tertuju pada seorang anak kecil yang berada dalam barisan pasukan tempur Ottoman. Yang menarik bukan karena dia kecil, banyak volunteer berumur belasan dalam pasukan. Yang menarik adalah prajurit itu mewarnai rambutnya.
“Siapa namamu?”, kata Letnan.
“Ali”, jawab prajurit kecil itu dengan tegas.
“Btw, rambut kamu kenapa pirang begitu? Pirangnya tidak rata”.
“Ibu saya mewarnainya dengan hena”.
“Untuk apa?”
“Tidak tau, Letnan”.
“Ya sudah, kamu bisa pergi Hennaed Ali”, kata Letnan Faruq.
Sejak hari itu Ali dikenal dengan sebutan Henaed Ali dan menjadi terkenal di antara kawan-kawannya.
Ali seorang yang buta huruf, suatu hari dia ingin menyurati ibunya, dia minta tolong pada kawannya.
“Ayah dan Ibu yang tercinta…
Bersama surat ini, ku kirim ribuan peluk dan cium kepada ibu. Aku disini baik-baik saja, kalian tidak perlu khawatir…”. Dia juga menceritkan panjang lebar kisah pertempurannya melawan tentara Inggris. Di akhir surat dia mengatakan…
“Ibu, engkau mewarnai rambutku, aku menjadi bahan candaan kawan-kawanku. Jadi, tolong jangan warnai rambut adikku Ahmed, supaya dia tidak ditertawakan juga”.
Pasukan besar koalisi Imperial Inggris dan Perancis mendarat di Gallipoli, perang besar tak terelakkan. Hannaed Ali pun ikut bertempur bak singa kelaparan. Dan alhamdulillah dia Shahid insyallah di medan perang.
Tidak lama setelah itu, sebuah surat dari ibu Ali sampai ke camp pasukan Ottoman. Komandan yang menerima surat itu tak mampu menahan air mata setelah membaca surat balasan ibu Ali.
“Anakku Ali, Ibu harap kamu baik-baik saja. Salam rindu dan cinta kepadamu….
Ali, kamu bilang gara-gara hena itu kamu menjadi bahan candaan kawan-kawanmu dan kamu meminta ibu agar tidak mewarnai rambut adikmu juga. Katakan pada Komandanmu agar tidak menertawakanmu hanya karena hena di rambutmu. Kamu tahu kenapa dan kapan kita mewarnai rambut dengan Hena?
Pertama: ketika seorang gadis akan menikah dan akan mempersembahkan hidupnya untuk keluarga dan anak-anaknya.
Kedua: untuk domba yang akan dikurbankan atas nama Allah.
Ketiga: untuk anak kita yang pergi ke medan perang dan berkorban demi tanah air mereka.
Semoga Allah melindungi kalian semua….”
Surat dari Ibu Ali masih tersimpan sampai saat ini di Museum Gallipoli, Turki