Seharusnya IKPM Untuk Pondok, Bukan Sebaliknya
Sambutan Pak Zar Pada Resepsi dan Musyawarah IKPM, Sabtu Malam, 25 Syawwal 1402/ 4 Agustus 1982
Saya benar-benar ingin berjabat tangan dengan anakku-anakku yang sudah lama tidak bertemu dan telah datang dari tempat yang jauh. Hanya saja jabatan tangan ini dengan tidak bergerombol, saya ini guru dan segala sesuatunya harus dipersiapkan. Meskipun saya kurang sehat tapi saya terdorong untuk bertemu dengan anakku-anakku yang telah datang memenuhi undangan. Pertemuan IKPM ini sungguh sangat membesarkan hati kami.
Dengan pertemuan sekarang ini, lebih besar lagi hati saya, bertemu dengan anakku-anakku, pemuda pejuang yang betul dewasa dan saya merasa senang dan berbesar hati menyambut masa depan. Tak ada salahnya jika saya menitipkan wasiat agar ikut bertanggung jawab atas Pondok selanjutnya. Ikut bertanggung jawab bukanlah Maf’ul Tapi Fa’il. Diantara anak-anakku ini banyak yang sudah memulai, saya yakin dengan seperti itu akan betul-betul hidup.
Lantas ada IKPM yang dulu salah wesel. Pondok untuk IKPM dan IKPM untuk anggotanya, benar-benar terbalik. Seharusnya IKPM untuk Pondok, dan orang yang mau masuk organisasi seharusnya bertanya: Apa yang bisa saya berikan untuk Organisasi ini? Bukan terbalik menjadi “ untung apa saya dari organisasi ini?” jelas ini pengkhianatan terhadap organisasi.
Kami mengharapkan IKPM seluruhnya untuk saling mendukung dan bukan untuk bersaing, contohnya adalah Gontor dengan Ngabar (Pondok Pesantren Wali Songo), ketika penerimaan santri baru, tapi pak Ibrahim tetap menguji tes masuk Gontor. Jadi bagaimana kita saling mendukung?.
Saya anjurkan supaya ada yang mendirikan pondok tidak berdasarkan kuantitas, tidak! Kami utarakan kepada wali santri saat penerimaan santri baru, bahwa kalau PM ini hidup di abad 15 , seharusnya seperti keadaan pondok yang hidup pada 100 tahun yang lalu. Apanya yang demikian? Cara memelihara santri, mengatur santri, dan tiap santri harus diperhitungkan makannya, minumnya, tidurnya, dan sebagainya.
Ada definisi baru tentang Pondok Modern, yaitu PM merupakan lingkungan yang sengaja dibangun untuk mendidik, maka segala sesuatu yang ada di Pondok harus berfungsi mendidik dan kami laksanakan (hal Ini). Saya teringat kata Pak Sahal: “saya keluar rumah harus lihat badan saya, apakah pantas pakaian saya? Karena pakaian itu mendidik. Maka bila ada sesuatu apapun yang merusak pendidikan harus disingkirkan. Kalau ada satu anak yang dapat merusak seratus anak, maka wajib disingkirkan. Kalau tidak , maka kami berkhianat kepada anak yang seratus, maka bagi yang punya pondok prinsip ini harus dipegang.”
Tiap santri yang datang harus kopen (terpelihara) segala-galanya apalagi pelajarannya, sehingga tiap santri tidak sembarangan makannya, minumnya, tidurnya, mandinya dan sebagainya. Dengan demikian kami batasi (santrinya) Karena mengerti pondok itu apa.
Ketika peringatan setengah abad Pondok Modern, presiden mau datang padahal kami tidak mengundang. Sebenarnya dengan datangnya presiden kami rugi, rugi energi dan waktu tapi keuntungannya sangat besar sekali. Pidato saya disiarkan keseluruh pelosok Indonesia sehingga setelah itu ada seorang Arab kaya yang memberi bantuan (untuk pembangunan Gedung Saudi).
Saya didatangi Presiden bukan tujuan, popularitasnya bukan tujuan. Koran-koran memberitakan kejadian ini, bahkan BBC pun menyiarkan berita tentang Gontor. Saya tidak bangga dengan gedungnya, pengasuhnya, dan sebagainya. Kami punya prinsip bahwa tiap-tiap kemajuan harus kami jadikan kapital. Tiap langkah maju masih bisa maju lagi.
Anak-anakku, jika kamu merasa telah berjalan diatas jalan yang benar, maka teruslah berjalan dan tetap harus istiqomah. Apa yang kalian perjuangkan di masyarakat? Anakku, apa yang kamu sumbangkan ke masyarakat juga merupakan sumbangan ke pondok.
Kalau ada orang yang mencela Gontor maka tidak usahlah engkau hiraukan karena itulah kehidupan. Tapi jangan lantas kamu ikut mencela. Kalau ada yang mendebat kita, maka jangan didebat lagi tapi lawan dengan fakta (kenyataan lapangan).
Pernah ada yang mengatakan bahwa pondok Modern tidak bisa mempengaruhi masyarakat sekitarnya. Apa makna sekitarnya? Dulu di desa ini tidak ada yang bisa sembahyang, kalaupun ada hanya beberapa orang saja, tapi oleh pak Sahal diajari sampai-sampai seluruh masyarakat Desa Gontor adalah murid pak Sahal ataupun anak murid pak Sahal. Jadi tidak benar kalau Gontor tidak memasyarakat. Masaa santri dari Aceh saya suruh pidato di Gandu dengan Bahasa Jawa?.
Sekitar Pondok itu bukan hanya Nglumpang, Gandu, Jetis, tapi Jakarta, Kalimantan, Singapura, Thailand, Philipina, dan lainnya. Menafsirkan sekitar jangan terlalu picik. Bahkan ada yang melihat saya bodoh, tidak bertitel, mengatakan bahwa Gontor maju bukan karena pintarnya tapi karena benarnya.
Ketika ada orang yang bertanya: “berapa santri Gontor yang sudah menjadi orang besar?” Dijawab oleh saya: “ Orang besar itu ukurannya apa? Kalau ada santri Gontor yang belum tamat di Gontor, kemudian pulang ke rumah kemudian mengajar Agama di surau kecil adalah orang besar bagi saya.” Saya mengatakan itu karena menurut Iman, karena pahalanya tidak kalah dengan anggota DPR atau MPR.
Prinsip Gontor dalam berpolitik adalah bahwa kami tidak berpolitik langsung dan tidak ikut campur dalam urusan politik. Politik kami adalah pendidikan, oleh karena itu kami menerima segala golongan politik yang benar.