Yang menarik dalam dokumen tersebut disebutkan bahwa kelompok wahhabi [salafi] ditempatkan sebagai salah satu bahaya potensial yang mengancam negara.
Apalagi wahhabi dipandang sebagai sebuah pohon besar yang melahirkan banyak pohon-pohon turunan yang dipandang berbahaya.
Hanya saja karena mereka sekarang berada di luar sistem–karena mengharamkan demokrasi–maka untuk sementara ini mereka tak akan digebuk. Mereka cukup diawasi secara ketat. Tetapi akan tiba waktunya mereka akan digebuk setelah kelompok yang sudah masuk sistem selesai digebuk dan dibereskan.
Jadi, kalau sekarang mereka membela dan memberikan loyalitas kepada wali asing dan aseng tetapi tidak akan merubah persepsi komunitas intelegen tentang mereka.
Apalagi profesor intelegen dalam bukunya tentang terorisme jelas-jelas menyebut paham wahhabi sebagai paham yang melahirkan gerakan radikalisme dan terorisme.
Karena itu jangan salah dalam menempatkan kawan dan lawan dalam suasana baidhatul Islam (asal keberadaan Islam) menjadi target bersama semua kekuatan jahat yang benci dan berkeinginan kuat untuk memadamkan cahaya Allah Ta’ala tersebut.
Bila hari ini mereka membantu penguasa dalam memerangi paham radikal–secara eksplisit mereka menyebut Al-Ikhwaan Al-Muslimin dalam sebagian kitab-kitab, website-website, dan kaset-kaset ceramah syaikh rujukan mereka, maka setelah musuh yang sudah masuk dalam sistem itu dapat dibereskan berikutnya adalah mereka sendiri yang akan diterkam dan dimakan induk semangnya.
Sedang gerakan lokal dan regional yang dikatagorikan sebagai ancaman tak lain adalah Front Pembela Islam. Dari sini kita tahu mengapa FPI dibully dan terus disudutkan serta berusaha dibubarkan dan ditindak.
Dalam kondisi baidhatul Islam menjadi target dan tujuan maka sudah sepatutnya mencontoh sikap Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah ketika menghadapi bangsa Tartar yang bermaksud menyerbu Kota Damaskus.
Beliau melakukan konsolidasi umat Islam dari berbagai kelompok dan golongannya terlepas mereka menganut madzhab Asy’ariyyah, mengikuti thariqah Shufiyyah, dan bahkan memuja Huluuliyyah. [Ustadz Hafidin Achmad Luthfie, Lc. – Fimadani.Com]