Salah satu tujuan dalam membangun kehidupan rumah tangga adalah hadirnya seorang anak yang menjadi buah hati dan cahaya mata bagi kedua orang tuanya. Semua pasangan suami isteri tentu mendambakan kehadiran seorang anak sebagai buah cinta kasih mereka. Apalagi, anak juga merupakan penerus darah dan keturunan kedua orang tuanya.
Sayangnya, banyak pasangan suami isteri, baik yang sudah memiliki anak atau belum, yang tidak mengetahui bagaimana sesungguhnya posisi seorang anak dalam kehidupan sebuah rumah tangga. Kebanyakan orang memandang anak sebagai hak milik mutlak kedua orang tuanya sehingga mereka memperlakukan anak sekehandak hati dan keinginan mereka semata. Padahal Islam telah memberikan bimbingan yang jelas dalam memperlakukan seorang anak.
Anakku Amanah Tuhanku.
Setiap pasangan suami isteri hendaknya menyadari bahwa seorang anak adalah amanah atau titipan yang diberikan Tuhan kepada kita. Ini merupakan prinsip dasar yang harus dipahami oleh semua pasangan suami isteri dalam memandang atau memposisikan seorang anak dalam rumah tangga mereka. Sebagai penerima amanah, kita harus menjaga dan mengantarkan mereka agar mencapai suatu kondisi yang sesuai dengan kehendak Tuhan, pemberi amanah.
Sayangnya, banyak pasangan yang tidak menyadari prinsip dasar ini. Orang-orang yang belum memiliki anak dan berkeinginan kuat untuk memilikinya, seringkali terlalu bernafsu dalam berusaha, sehingga mereka lupa pada prinsip dasar itu. Mereka menyangka dengan usaha keras yang mereka lakukan, dengan berbagai jenis pengobatan yang mereka jalani dan dengan banyaknya biaya yang mereka korbankan itu buah hati akan hadir mengisi hari-hari mereka. Padahal, jika mereka menyadari prinsip dasar itu, mereka harusnya selalu ingat, betapa pun kerasnya usaha yang kita lakukan, tetapi jika Allah swt. belum berkenan menitipkan amanahnya kepada kita, maka tak ada yang dapat membantu kita.
Dengan demikian, kita tidak perlu merasa stress dan putus harapan. Justru kita harus selalu berbaik sangka kepada Allah swt. Mungkin hari ini Allah swt. belum memberikan amanahnya kepada kita, tetapi bisa jadi esok Allah swt. akan memberikannya dengan sebab ikhtiar lain yang mungkin selama ini belum kita lakukan.
Sementara itu, orang-orang yang sudah memiliki anak pun seringkali melupakan prinsip dasar ini. Mereka lupa, atau bahkan tidak tahu, bahwa seorang anak adalah amanah Tuhan yang harus mereka jaga dan pelihara menurut kehendak yang memberi amanah. Mereka menganggap anak adalah buah cinta mereka semata, tanpa ada campur tangan Tuhan di dalamnya. Karenanya, mereka memperlakukan anak sekehendak hati mereka. Mereka membentuk dan membangun karakter anak-anak mereka sesuai dengan keinginan dan obsesi mereka sendiri.
Biasanya ada dua kesalahan utama yang dilakukan orang tua terhadap anaknya yang harus dihindari. Pertama, sikap sayang yang berlebihan atau terlalu memanjakan anak. Sebagai orang tua kita memiliki kewajiban untuk menyayangi anak-anak kita, akan tetapi jangan sampai rasa sayang itu membuat kita tidak mampu bersikap proporsional dalam mendidik anak-anak kita. Ketika kita harus berlaku tegas, kita harus tunjukkan ketegasan kita kepada anak-anak kita. Jangan sampai rasa sayang kita membuat kita harus mengalah pada sikap anak kita yang terang-terang salah atau membahayakan dirinya.
Kedua, sikap orang tua yang terlalu mengekang anak-anaknya. Sebagai orang tua, kita memang berkewajiban menjaga anak-anak kita dari berbagai ancaman atau bahaya yang bisa datang kapan saja terhadap anak-anak kita. Kita perlu berhati-hati menjaga mereka. Hanya saja, jangan sampai kehati-hatian kita itu membuat kita terlalu membelenggu kebebasan mereka menikmati dunianya.
Anak-anak yang besar dibawah kekangan orang tuanya akan tumbuh menjadi orang-orang yang sulit beradaptasi dengan lingkungannya dan kurang berkembang daya kreatifitasnya. Mereka juga tidak mampu membuat keputusan sendiri, sehingga sulit hidup secara mandiri.
Anakku Masa depanku
Selain sebagai amanah, anak juga merupakan bagian dari masa depan orang tuanya. Sebagai bagian dari masa depan kita, seorang anak bisa mempengaruhi dan bahkan sedikit banyak menentukan bagaimana kehidupan kita kelak. Dalam Islam, seorang anak bukan hanya menjadi bagian dari masa depan orang tuanya di dunia ini, tetapi juga ketika si orang tua sudah berpindah ke alam lain, alam akhirat. Seorang anak yang saleh dapat ‘membantu’ kehidupan orang tuanya di alam barzakh dengan mengiriminya do’a ampunan yang tidak akan ditolak oleh allah swt.
Kita tentu hapal sebuah hadits terkenal berikut ini. Rasulullah saw. bersabda, “Setiap anak Adam akan terputus amalnya, kecuali tiga perkara; sodaqah jariyah, anak saleh yang mendoakan orang tuanya dan ilmu yang bermanfaat.”
Ketika seorang manusia sudah meninggal dunia, maka kesempatan emas yang dimilikinya untuk melakukan sebanyak mungkin ibadah kepada Allah swt. berakhir sudah. Buku amalnya pun sudah ditutup dan sudah dapat dihitung kebaikannya. Tidak ada yang bisa menambah pundi-pundi amal kebaikannya, kecuali tiga perkara tadi. Dan anak-anak yang saleh akan banyak menolong kita di alam barzakh kelak, ketika mereka dengan tulus mau mendoakan kita di setiap selesai shalat mereka.
Untuk itu anak harus mendapatkan pendidikan agama yang kuat, baik pendidikan agama lewat keteladanan kedua orang tuanya di rumah, anak-anak juga harus diberikan pendidikan di lembaga-lembaga formal, baik berupa pendidikan agama (di TPA dan Madrasaha) maupun pendidikan umum. Dengan bekal pendidikan yang dimilikinya, insya Allah anak-anak kita bisa menjadi generasi rabbani yang bermanfaat bukan hanya bagi kedua orang tuanya, tetapi juga bagi kemaslahatan umat manusia. Amien.[Oleh: Ridwan Malik,Penulis Buku-buku Islami Best Seller. NoorMuslim]