Nongko (Nango Sing Kuoso / Kembalikan Semua Kepada Yang Maha Kuasa), Menjadi Orang Desa Dengan Tulus dan Ikhlas…
Kembalikan semua kepada Yang Kuasa, toh kita tidak pernah bisa menentukan, Maqom kita hanya dituntut untuk berusaha, yah, berusaha semampu kita, ingat! Ada Wasit Yang Maha Adil Yang Maha Menentukan. Dialah Allah (Ingkang Kuoso).
Gak usah kecewa jika belum berhasil, mungkin Tuhan sedang pilihkan kita, waktu yang tepat untuk meraih hal yang sedang kita harapkan. Tergesa-gesa harus mengerjar apa? Lambat-melambat juga menunggu apa? (Kesusu Ngejar opo?, Lamban Yo Ngenteni Opo?). Semua akan indah pada waktunya.
Bagian dari Cita-cita saya adalah hidup di desa dengan belajar ketulusan, kejujuran dan Keikhlasan kepada masyarakat sekitar. Soal Penghasilan semoga mengalahkan orang kota.
Di Desa itu Oksigen kami melimpah, Mandi dan Minum dengan Sumber Mata Air, Mata selalu Hijau memandang, semua hubungan kekerabatan dan persahabatan tidak syarat akan material (anmaterialistik), kehangatan menjadi syarat akan pertemuan.
Dulu Presiden Jokowi sering menggaungkan kita sering membelakangi laut, setelah saya hijrah dari kota, saya merenung dan menyimpulkan, tidak hanya laut yang kita punggungi, kita juga sering membelakangi kehijauan dan keasrian (baca; desa).
Kenapa begitu? Kenapa manusia senang dengan keruwetan, senang kemacetan, senang karbondioksida, padahal bumi Allah itu luas adanya. Maka sudah benar Islam mensyariatkan kita untuk hijrah, agar kita lebih jujur dalam menilai, dan bijak dalam bersikap.
Saya yang sekarang petani cengkeh, hidup di lereng gunung Anjasmoro dengan puluhan santri, setiap pagi menyiram tanaman, mengolah sampah pesantren, tentu setelah wiridan waqiah, cukup bahagia, meski tidak segelamor di kota dahulu, tiap hari pakai sarung dan kaos oblong, sesekali berpakaian rapih menyambut tamu lengkap dengan menu lompong dan nasi jagungnya, membuat saya terus bersyukur atas takdir ini.
Yakin tidak Mau hijrah ke Desa?