Kejutan demi kejutan kita saksikan dalam perkembangan proses naturalisasi hubungan Arab dengan Israel.
Beberapa waktu lalu, PM. Israel, Benjamin Netanyahu berkunjung ke Muscat dan disambut oleh Sultan Qaboos; Menteri Kebudayaan Israel, Miri Regev berkunjung ke Emirates dan jalan-jalan di dalam masjid Sheikh Zayed di Abu Dhabi.
Perlu disebutkan bahwa sheikh Zayid rahimahullah pernah melakukan tindakan heroik dengan menyetop ekspor minyak sebagai bentuk solidaritasnya terhadap para pejuang dalam perang Arab- Israel 1973, dan mengatakan, “Darah lebih mahal dari minyak!”.
Pada saat yang sama juga, lagu kebangsaan Israel pun dinyanyikan di Doha bersama dengan datangnya delegasi olah raga Israel dalam pekan olah raga.
Setelah itu semua, kemarin, Menteri Perhubungan Israel, Israel Katz kembali memberikan kejutan di depan para peserta Kongres Transportasi Internasional di Muscat.
Katz mempromosikan proyek yang disebut dengan “Tracks for Regional Peace”, yaitu proyek pembangunan jalur kereta api yang menghubungkan Haifa, Israel dengan Yordania dan Arab Saudi, dan seterusnya ke negara-negara Teluk.
Menariknya, peluncuran proyek “Peace Train” ini bersamaan dengan penerapan paket kedua sanksi ekonomi atas Iran, dan AS mendukung proyek “Tracks for Regional Peace” karena menurut AS proyek tersebut akan sangat penting bagi negara-negara Teluk untuk mengimbangi hegemoni Iran yang semakin kuat dan semakin mengancam stabilitas di Kawasan, utamanya Teluk.
Di tengah lemah dan terpecah-pecahnya negara Arab, yang besar-besar seperti Suriah, Irak dan Mesir semua sedang sakit, dimanfaatkan oleh Israel untuk mencapai tujuannya, yaitu aksesi ke sumber migas di Teluk dan kembali ke tanah nenak moyangnya Khaibar.
Bukan sebuah kebetulan kalau proyek jalur kereta api itu menghubungkan ibukota negara-negara calon anggota NATO Sunni yang akan dipimpin oleh Israel.
Menurut Katz, negara Teluk melalui Israel akan terhubungkan langsung ke laut Tengah, laut Mediterania, makanya jalur ini sangat penting bagi negara Teluk.
Tidak jelas juga apa pentingnya bagi negara-negara Teluk untuk terhubung ke laut Mediterania, padahal mereka memiliki Laut Arab, Laut Merah, Teluk Arab/Persia, dan Teluk Aqabah.
Kalau memang sangat perlu terhubung ke laut Mediterania, kenapa harus lewat Haifa? Kenapa tidak lewat Beirut? Lattakia? ataupun Banias?
Yordania, sangat disayangkan akan menjadi Kuda Troy dalam proyek ini apabila benar-beanr dilaksanakan, disamping keterlibatannya dalam 2 mega proyek lainnya, yaitu: Dia terlibat dalam dua proyek lainnya, yang pertama adalah Terusan Dua Laut yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut Mati dan Laut Mediterania; dan Perjanjian Gas Israel senilai 15 miliar dolar selama 15 tahun. Terusan Dua Laut yang menghubungkan Laut Merah dengan Laut Mati dan Laut Mediterania akan menutup peran Terusan Suez yang selama ini menghubungkan Asia dengan Eropa.
Mesir benar-benar akan dibuat kelaparan, ditambah lagi dengan pembangunan Bendungan “Grand Ethiopian Renaissance Dam” di Ethiopia yang akan mengurangi jatah air sungai Nil ke Mesir.
Ternyata mereka tidak hanya ingin tanah Palestina, tetapi juga masih terus membaca bagaimana dulu nenek moyangnya diusir dari Khaibar.
Kalau melihat bagaimana dulu Andalusia pernah menjadi Negara Islam selama ratusan tahun, tiba-tiba hilang begitu saja, dan sekarang hanya tersisa bangunan-bangunan yang sudah menjadi museum, maka semuanya bisa terjadi. Biarlah waktu yang menjawab 🙂