KEBENARAN memang sering terasa pahit. Saking pahitnya, orang yang mendengarnya bisa marah dan tersinggung.
Contohnya adalah cerita yang pernah dua kali saya posting di fan page ini, mengenai dua ibu-ibu yang ngobrol di sebuah mal:
A: “Jeung, kamu cocok deh pake baju ini. Mewah, berkelas, cocok untuk kamu yang cantik.”
B: “Iya sih Jeung. Tapi saya tidak suka baju seperti ini. Saya suka yang sederhana. Lagipula harga baju ini kan mahal.”
A: “Lho, suami kamu kan kaya. Masa dia tak sanggup beli baju seperti ini?”
B: “Maf ya Jeung. Saya bukan tipe istri yang suka menghambur-hamburkan uang suami.”
A: “APPPAAA??? JADI KAMU MENUDUH SAYA SUKA MENGHAMBUR-HAMBURKAN UANG SUAMI???”
* * *
Si A marah dan tersinggung, padahal si B hanya menceritakan dirinya sendiri, tidak ada maksud menyindir si A.
Kenapa si A marah? Karena faktanya dia memang hobi menghambur-hamburkan uang suami. Jika dia tidak seperti itu, SECARA LOGIKA tak mungkin dia marah, bukan?
* * *
Menurut saya, mahasiswa PMKRI yang memperkarakan Habib Rizieq lebih kurang sama seperti si A. Mereka marah atas sesuatu yang sebenarnya DIANGGAP BENAR oleh dogma agama mereka.
Dalam ajaran Kristen, tuhan memang diyakini punya anak. Itu memang KEBENARAN versi ajaran Kristen.
Jadi kenapa harus marah ketika ada orang yang membahas sesuatu yang Anda anggap sebagai kebenaran?
“Yang bikin kami marah bukan soal beranak-nya, tapi pertanyaan siapa bidannya.”
Lha, Habib Rizieq kan cuma bertanya. Apa salahnya bertanya? Kalau ada yang tanya, seharusnya dijawab dong. Ini kok justru marah dan memperkarakan ke polisi?
Anda selama ini menuduh kami SUMBU PENDEK. Namun Anda yang cuma mendengar pertanyaan aja langsung marah. Padahal pertanyaan tersebut berhubungan dengan KEBENARAN yang Anda YAKINI.
(Sama seperti ketika kemarin saya menulis “agama lain tidak sesuai Pancasila.” Kubu sebelah pun langsung marah-marah. Padahal, itu hanya FRASE PEMBUKA dari kalimat inti saya. Kalimat intinya adalah, “Walau agama anda tidak sesuai pancasila, namun kami tidak mempermasalahkannya.” Mereka marah terhadap kalimat pembuka, padahal kalimat intinya justru bernada positif terhadap mereka.)
Dua kejadian di atas adalah CONTOH NYATA bahwa kubu sebelah ini memang gampang marah. Padahal mereka yang selama ini hobi menuduh kita sumbu pendek.
Jadi kalau kami sumbu pendek, anda apa dong? TANPA SUMBU??? Hehehe… 🙂
Coba bandingkan kejadian “siapa bidannya?” tersebut dengan Ahok yang berkata, “Jangan mau dibohongi pakai Al Maidah 51”.
Itu bukan pertanyaan, tapi PERNYATAAN. Sebuah pernyataan yang mengandung arti bahwa Al Maidah 51 itu bohong, Al Quran itu bohong, dan orang-orang yang menyampaikan ajaran tersebut adalah tukang bohong.
Bagi kami umat Islam, pernyataan Ahok tersebut BERTENTANGAN dengan kebenaran yang kami yakini. Itulah sebabnya kami marah, dan kami tentu punya alasan untuk marah. Sebab kami marah untuk sesuatu yang kami anggap TIDAK BENAR.
Sementara Anda justru marah terhadap sesuatu yang Anda yakini sebagai kebenaran.
Oleh: @jonru