Di tahun 90’an masyarakat mulai menikmati film India. Pada saat itu film India bernuansakan percintaan seperti kuch-kuch hota hai, dil to pegel hey dll telah sukses di sejumlah negara, termasuk Indonesia. Beberapa alasan film ini diminati karena dikemas dengan ceritanya yang Sederhana tapi menarik serta menyentuh dengan tari-tarian berserta lagu-lagu yang enak didengar dan mudah untuk dinyanyikan.
Namun di era 2000’an peminat film India atau bollywood mulai menurun. Masyarakat sudah mulai bosan dengan cerita yang didominasi percintaan yang terkesan tempelan dan genre drama-kriminal. Masyarakat mengingikan sesuatu yang baru dan inovatif serta lebih mengikuti perkembangan zaman. Maka lahirlah film-film action seperti dhoom, kriish, dan re-one dengan tetap identik dengan tarian dan lagu.
Akan tetapi gagal mengapai hati masyarakat hal ini boleh disebabkan film Barat atau Hollywood tetap tidak terkalahkan dalam memproduksi film-film action dengan kualitas tinggi sehingga film action India dengan kombinasi teknologi dinilai masih dibawah standar film Hollywood.
Pada era yang sama juga lahir film Slumdog Millionaire (2008) dan 3 Idiots (2009) yang sukses dihati masyarakat dan mendapatkan penghargaan di mata dunia. Kedua film ini berhasil menyentuh hati masyarakat dunia karena ceritannya yang riil dan dekat dengan kehidupan sehari-hari di India. Film Slumdog millionaire menceritakan bagaimana kultur dan sosial di India seperti perkampungan yang kumuh, konflik agama, perdagangan anak, protitusi, premanisme sampai pada penegak hukum yang korupsi.
Bisa dibayangkan bagaimana perjuangan dua orang anak kecil (kakak-adik) bertahan hidup di lingkungan yang keras tanpa kedua orang tua dan sanak keluarga hingga mereka dewasa. Berbeda dengan 3 idiots, film ini lebih menitikberatkan kepada dunia pendidikan. Film ini ingin menyampaikan kepada seluruh masyarakat dunia bagaimana semestinya meraih pendidikan. Disini diceritakan bagaimana 3 orang sahabat yang beruntung mendapatkan kesempatan belajar di sebuah perguruan tinggi terbaik di India.
Dua orang diantara mereka mengalami dilema dalam belajar karena faktor tekanan dan minat. Raju mendapatkan tekanan sosial dan perekonomian dari keluarganya sehingga dia menjadi ketakutan dalam belajar sedangkan farhan adalah seorang yang sangat meminati fotoghafer namun dipaksakan untuk belajar teknik mesin. Kedua sahabat ini akan gagal meraih pendidikan jika tetap melanjutkan kondisi ini.
Adapun teman mereka phushuk Wangdu belajar tanpa tekanan dan meminati bahkan sangat mencintai mesin. Faktor inilah yang ingin disampaikan kepada dunia bahwa ilmu akan mudah diraih jika diminati dan dipahami bukan dengan hapalan. Apa yang penting dari kedua film ini adalah adanya pesan yang kondusif bagi masyarakat dunia dan India pada khususnya sehingga nilai itu lebih terasa nyata dalam kehidupan sehari-hari.
Bagaimana untuk film India di tahun 2016 ini? Dari beberapa film yang saya downloud gratis hehehe, saya menilai bahwa film Bollywood sudah tertuju kepada cerita sehari-hari di India dan bahkan banyak yang diangkat dari true story. Sebut saja film Madaari, film ini menceritakan seorang ayah yang menculik anak menteri bukan demi tuntutan uang melainkan dia menuntut oknum yang korupsi pada pengadaan jembatan di kampungnya. Dia frustasi pada kontraktor jembatan tersebut karena jembatan yang baru dibangun 5 tahun sudah ambruk dan anak semata wayangnya ikut meninggal dalam bencana tersebut.
Film lainnya udta Punjab. Film ini lebih sangat memprihatikan karena peredaran heroin atau sabu-sabu bagaikan beredarnya permen di tangan anak-anak ditambah lagi oknum penegak hukum (polisi) ikut andil dalam mempermudah distribusi barang haram ini. Film ketiga adalah Naam hai Akira. Film ini menceritakan seorang perempuan yang disiksa oleh oknum polisi karena dia menjadi saksi mata atas kejahatan yang dilakukan oleh oknum ini. Berbagai cara mereka lakukan dari siksaan, memberi obat agar gila bahkan pembunuhan. Meskipun di sini ada polisi yang menjadi jagoan namun tidak bisa berbuat apa-apa ketika komisasir atau pejabat tinggi memerintahkan untuk melepaskan oknum polisi tersebut karena kejahatan mereka akan mencoreng citra kepolisian jika diketahui media. Mungkin cuma tiga film ini saja yang dapat saya sajikan mengingat ini hanya sebuah status di medsos namun sedikitnya sudah dapat mengambarkan bagaimana keadaan sosial di India dan belum tentu juga saya dapat mengklam begitu karena saya belum ke sana.
Dari film-film true story ini lebih menyetuh dan ispiratif sehingga di Indonesia pun sudah mulai mengarap yang demikaian seperti film Laskar Pelangi, Athira, Rudy Habibi dll telah berhasil di hati masyarakat. Mungkin tema true story telah menarik dunia perfilman termasuk Indonesia. menariknya kalau ada yang mau memfilmkan true story oknum penegak hukum di Indonesia dan perlu saya tekankan adalah bukan saya mengklaim penegak hukum kita salah namun oknum sekali lagi oknum ya so bukan general.
Menariknya adalah kalau ada pejabat seperti Ahok dilindungi oleh penegak hukum karena adanya kepentingan sesuatu maka teori film India benar adanya untuk menjawab problematika umat Islam saat ini hahaha…dan harapan saya adalah Semoga keadilan MASIH bisa ditegakkan di Indonesia. Jangan lagi ada Diskriminasi Hukum, tajam ke bawah Tumpul ke atas.
just opinion
wa Allahu a’lam