Suatu kali, saya diminta mengiringi almarhum KH Imam Badri untuk bepergian ke Sulawesi untuk mengunjungi Pondok Modern Gontor 7 dan melalukan perjalanan ke Bau-bau. Sepulang dari perjalanan itu, seperti biasa, saya diminta menuliskan laporan perjalanan yang harus saya sampaikan kepada KH Imam Badri 3 hari kedepan.
Waktu itu, saya guru Tahun kelima di Gontor. Ketika saya tuliskan laporan itu, saya berfikiran, bahwa KH Imam Badri ini beliau orangnya Text Book, harus sesuai dengan apa yang ada di catatan.
Maka saya harus hati-hati menuliskan kata demi kata pada laporan saya. Ketika laporan itu saya serahkan kepada beliau, betul dugaan saya. Saya ditanya lebih dari 10 pertanyaan tentang laporan saya itu. Saya kembang kempis menjawabnya, karena beliau menanyai saya seperti Polisi menanyai narapidana. Sampai pada pertanyaan terakhir :
“Apa maksudmu menuliskan kata TAUJIHAD ini?”
“Ya, maksud saya antum memberikan pengarahan dan nasehat kepada para santri Gontor 7 waktu itu ust…”
“Apa betul TAUJIHAD itu menggunakan huruf “Dal” ??”
Aku terdiam sejenak. Dalam fikiranku, taujihad itu ya memberikan nasehat yang menyemangati, sehingga mirip-mirip dengan perjuangan (Jihad). Spontan aku menjawab :
“Na’am Ust…dengan Huruf “Dzal”…”
“Yakin kamu?? Coba cari di Munjid (kamus Arab), apa benar TAUJIHAD itu dengan huruf “dzal”? Coba cari di situ….”
Aku beranjak ke Lemari beliau yang penuh Kitab-Kitab berbahasa Arab. Aku cari-cari Kitab AL-Munjid. Tapi sekian lama aku mencarinya, aku belum juga menemukannya. AKhirnya aku menyerah…
“Maa Fiih Ust (tidak ada ust)…”
“Kalau begitu, kamu tanya kepada Ust Ali Syarkowi di belakang, tanya kepada beliau, apa TAUJIHAD itu pakai huruf “Dzal” atau yang lain…!!”
Aku langsung berkeringat dingin.
Nama yang beliau sebutkan adalah wakil direktur KMI. Master Bahasa Arab, hafal Syair-syair Al-fiyah dan faham Jurumiyah. Dan aku guru Tahun kelima, masa menanyakan Hal sepele seperti begitu harus ke beliau.
“Afwan Ust… biar saya saya coba cari lagi Kitab Munjidnya…”
“La (tidak)… kitab itu memang sudah tidak ada disitu, saya perintahkan kamu untuk pergi ke Ust Alie Syarqowi, lalu menanyakan Hal itu…” Ungkap beliau tegas
Aku diam dan beringsut menuju Rumah Ust Alie Syarqowi di belakang Rumah Beliau.
Dengan penuh keringat, saya ketuk rumah beliau tiga kali, tidak ada Jawaban. Secara syariah, maka aku sudah boleh meninggalkan rumah beliau, karena beliau memang tidak berada dirumah. Dalam perjalanan kembali ke Rumah KH Imam Badri itulah fikiran saya bergerak cepat, apa salahnya tulisan saya itu.
Baru kemudian aku sadari, bahwa TAUJIHAD itu memang tidak ada dalam pengertian PANGARAHAN. Tapi makna pengarahan dalam Bahasa Arab adalah AT-TAUJIHAH, dengan Huruf “Ha” dan Bukan dengan huruf “dzal”. Saya merutuk kebodohanku yang begitu saja menuliskan Pengarahan beliau dengan TAUJIHAD.
Akhirnya dengan wajah malu ditekuk tujuh, saya sampaikan bahwa memang ada kesalah penulisan pada tulisan saya itu. Beliau masih tanpa senyum berkata :
“Lain kali hati-hati jika menulis laporan, harus Cek dan Ricek, harus correct, harus sesuai, jangan asal bikin laporan dengan harapan bahwa laporanmu tidak akan dibaca sama orang. Mau dibaca atau tidak, itu bukan urusan kamu, yang jadi tugasmu adalah menuliskan laporan itu dengan baik dan lengkap, sehingga yang kamu lapori bisa dimengerti, tanpa harus mengernyitkan dahi lagi…. mengerti kamu??”
Saya mengangguk pelan… kembali saya mendapatkan ilmu di Gontor ini, ilmu membuat Laporan..