Pada akhir Februari tahun 1193, dia menderita demam. Badannya panas, menggigil tidak bisa tidur malam.
Sakitnya semakin berat, susah untuk minum. Setelah diberikan obat, para tabib pun nampaknya tidak sanggup mengobatinya lagi.
Saat terbit fajar pada hari Rabu, 4 Maret tahun 1193, dia menghembuskan nafas yang terakhir. Berpulang ke rahmatullah menyusul para syuhada lainnya.
Langsung saja kota Damascus bergemuruh, semua penduduk tua dan muda menangis bercucuran air mata, seolah-olah seluruh isi dunia turut berduka.
Tidak lama setelah berpulang, dibukalah sebuah peti tempat menyimpan harta pribadi. Sebanyak 47 dirham nashiri dan satu dinar saja isinya. Semua harta yang ditinggal tidak cukup untuk biaya pemakamannya, padahal dia adalah Sultan yang mempunyai kuasa besar. Menguasai negeri-negeri kaya.
Memang kegemarannya selalu bersedekah sepanjang hidupnya.
Abdul Rahim Al Baysani, mufti kerajaan waktu itu yang dikenal dengan al-Qādhi al-Fāḍil, menuliskan surat kepada anak almarhum yang menjadi pemimpin di Aleppo, bahwa kaum muslimin telah dilanda oleh gempa yang dahsyat, mengabarkan kematian ayahnya.
Semoga Allah meluaskan kubur pahlawan hebat yang dihormati oleh seluruh kaum muslimin dan disegani oleh semua musuh dan bangsa Afranji.
Semoga Sultan Penakluk, al-malik al-nāshir, Shalahuddin Al-Ayyubi, Allah tempatkan di maqam yang mulia bersama para syuhada dan aulia.
4 Maret 1193 – 4 Maret 2022