Apa istimewanya Gontor? Sehingga setiap tahun ribuan santri mendaftar di dalamnya? Seperti apa kurikulumnya, sehingga banyak lembaga lain mengadakan kunjungan ke Gontor setiap tahunnya? Seberapa hebat
Guru-gurunya, sehingga antrian permintaan guru pengabdian di Gontor berjajar setiap tahunnya? Seberapa dahsyatkah Gontor itu, sehingga sekelas rektor IIUM Malaysiapun harus angkat jempol dan menuliskannya di satu lembar koran kampus di IIUM malaysia?
Ternyata tidak seperti yang kita bayangkan. Gontor itu secara kurikulum sangat sederhana sekali, metode mempelajarinya juga sangat sederhana, menulis dan menghafal. Soal pengertian dan pemahaman Bahkan guru2 Gontor punya keyakinan kelak ketika para santri ini sudah menginjak dewasa, sudah jadi Ustdz , mereka akan faham dengan sendirinya. Percaya diri sekali. Buku-bukunya? Wah, di Gontor itu ada buku yang diwariskan sampai tiga generasi lho, istimewa sekali kan? Ya istimewa sih, tapi kuno… he… he..
Tertarik bahasanya? Jangan lihat kurikulumnya ya.. Karena anda pasti tertawa melihatya. Metodenya direct methods, thariqah “Undzur wa Qul” (lIhat dan katakan) ndak pakai methode lain setahu saya sampai sekarang. Methode kuno ini dipakai sejak zaman KH Imam Zarkasyi hidup sampai zaman cucunya sekarang. Tapi dengan methode kuno inilah justru santri-santri Gontor bisa menjadi penerjamah syekh azhar, menjadi translator DR Zakir Naik, kuliah di belantara eropa, menggores tinta emas sebagai santri Mumtaz di universitas madinah, melahap berbagai buku berbahasa asing di rusia, China, korea, bahkan menjadi profesional di berbagai belahan dunia dengan methode “Undzur wa qul” itu.
Lalu apa sebenarnya kuncinya Gontor bisa sedahsyat ini pengaruhnya? Jikalau kurikulum, methode berbahasa, bahkan sistem asramanya bisa jadi sangat-sangat sederhana sekali?
Jiddi (Kesungguhan) jawaban itulah yang diberikan KH Imam Badri almarhum ketika ditanyakan hal yang sama dengan beliau. Methode dan Kurikulum Gontor bisa jadi sangat sederhana, tapi karena di laksanakan dengan kesungguhan yang terjaga maka hasilnya bisa kelihatan. I’dadu Ta’lim (Rencana Pengajaran) dibuat/dilakukan setiap hari, bukan satu tahun sekali. Setiap kali akan mengajar seorang Guru harus membuat i’dad (RPP). Sekali lagi bukan setahun sekali. Kalau guru sampai ketahuan dalam pemeriksaan I’dad dia tidak membuatnya, maka bersipalah sang Guru harus keluar kelas dalam mengajar. Tidak dirkenankan dalam mengajar. Pemeriksaan ini dilakukan secara rutin dan acak oleh direktur KMI dan guru senior lain. Maka Guru sekalipun harus sadar, RPP harus dibuat selalu setiap mengajar. Sesuatu yang tidak mungkin dilakukan oleh sekolah luar sekalipun. Seorang direktur mau keliling kelas dan mengoreksi Guru membuat RPP atau belum.
Dalam pengajaran bahasa Guru sama sekali dilarang berbahasa Indonesia, termasuk menterjemahkan itu juga dilarang. “UNDZUR WA QUL” (“lihat dan katakan”) betul-betul diterapkan secara konsisten. Guru harus membawa wasail idoh (alat peraga) dan dilarang menterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kalau tidak bisa dibawa wasail idohnya, maka di gambar, pokoknya dilarang mengucap sepatah katapun dalam bahasa Indonesia. Bayangkan betapa susahnya membuat murid faham dengan larangan keras menterjemakannya, sesuatu yang justru malah dilakukan oleh para Guru modern saat ini (menterjemahkan). Para santri bahkan dilarang membawa kamus electronic dikelas, kamus electronik adalah sesuatu yang dilarang keras dibawa oleh santri. Tegas, tanpa kompromi. Jangan coba-coba membawa kamus elctronik ini ke kelas kalau masih ingin kamu elcteonik anda aman.
Disiplin di laksanakan juga dengan sungguh-sungguh. Para santri di absen setiap kali setelah sholat, selain magrib. Meskipun sudah tahu ga ada yang ga masuk, absen ini tetap harus dilakukan oleh mudabir kelas 5 dan lalu menteorkanu ke bagian kemanan pusat. Kontrol ini berlangsung ketat. Dulu Persida (Persatuan Silat Darussalam)pernah disidang pak Kyai dan dihukum membaca surat Yasin di depan jenazah santri yang wafat karena pengurusnya lalai dalam pengabsenan setelah latihan, sehingga jenazah santri malah baru ditemukan setelah empat hari dan itu tidak diketahui pondok, karena tidak ada pengabsenan oleh panitia kenaikan tingkat PERSIDA. Maka itu pengabsenan seperti ini mutlak sungguh-sungguh dilakukan. Hukumannya? Selain di suruh mengaji Yasin semalam suntuk di hadapan jenazah, PERSIDA dibubarkan
Kyai terikat dispilin, Guru terikat disiplin, para santri dan wali murid terikat disiplin. Bayngkan, seorang kyai jam 1 malam baru tiba dari Jakarta, jam 5 pagi harus memberi sambutan ke TK-nya Ibu-ibu guru Gontor yang hendak bertamasya. Padahal beliau seorang Kyai, tentu tidak susah beliau mewakilkan kepada Guru misalnya, mengingat beliau sudah sepuh dan tentu saya pasti kepayahan karena baru pulang dari Jakarta malam harinya. Tapi pak Kyai tetap datang, dan ketika kedatangan beliau agak telat kurang lebih 15 menit, beliau minta maaf kepada para wali murid yang datang tepat waktu dan harus sedikit menunggu kedatangan beliau. Ini apa? Masa kyai minta maaf gara2 terlambat? Ini kan sekolahnya? Pondoknya? kok ribet amat sih aturannya? telat 15 menit kan biasa saja? itulah, bahkan Pak Kyai sekalipun terikat disiplin.
Baru tiga kesungguhan ynag saya sampaikan diantara banyak ke sungguhan kesungguhan lain yang Gontor lakukan. Ada amaliah tadris yang pernah saya ceriterakan dulu, ada pramuka yang sungguh-sungguh, ada latihan sepak bola yang sungguh-sungguh, ada bermain musik yang sungguh-sungguh. Ada berlatih drama yang sungguh-sungguh. Ada berlatih puisi yang sungguh-sungguh. Sehingga hasil semua itu bisa dirasakn dalam kedahsyatan bagi pihak luar. Kenapa Gontor bisa melakukannya? Kok bisa? Karena kesungguhan..
Almarhum KH Imam Badri kembali menegaskan dalam kalimat yang lembut tapi mantap kurang lebih :
“Jagalah jiddi (kesungguhan)ini, karena kalau Gontor kehilangan Jiddi ini, maka tidak ada yang nampak dari Gontor selain ke kunoan dan masa lalu yang tidak ada artinya sama sekali… ”
Sami’na wa atho’na ust…..