Kalau anda seorang wali santri yang tengah mengunjungi putera-puteri anda di Gontor, maka berkelilinglah di Gontor dan lihatlah dengan seksama, betapa berbagai unit usaha pesantren itu dikelola oleh para santri dan Guru-guru muda yang bahkan belum sampai derajat S-1.
Maka saksikanlah kesungguhan, ketelatenan, dan kerja keras itu di hadapan anda. Padahal para santri itu disini belajar, niatnya betul-betul belajar,bukan berniat hendak bekerja.
Tapi lihatlah pula bagaimana para santri yang diberi amanah di koperasi pelajar itu memegang dan membelanjakan uang dengan nominal 10 digit selama satu tahun amanah itu harus mereka tunaikan.
Mereka tidak pernah belajar keuangan, sama sekali buta ilmu akuntansi, ndak pernah tau ilmu manajemen itu seperti apa, tapi mereka serius beramal untuk pondok.
Sedia diawasi dan diarahkan. Bahkan mereka harus bersiap-siap terusir dari Gontor jika melanggar peratiran berkenaan dengan uang yang mereka pegang.
Bayangkan, mereka tidak pernah meminta, tapi harus bertanggung jawab jika ada hal yang mereka langgar….
Sekarang cobalah menengok ke Bagian Administrasi, dimana di dalamnya para Guru muda yang tidak semuanya belajar di Fakultas Ekonomi, tidak semuanya pula memahami akuntansi, harus mengelola keuangan seluruh Gontor dan cabangnya yang jumlahnya tidak akan pernah kita bayangkan sebelumnya.
Ini hampir sama dengan para santri tadi, mereka ada yang dalam rangka pengabdian di bagian itu, bukan karena mereka meminta tapi di tugaskan.
Tapi dengan penuh tanggung jawab mereka bekerja dan beramal di Gontor. Ikhlas dibina, Ikhlas di arahkan, Ikhlas di marahi oleh pimpinan.
Baiklah, kita hentikan sejenak perjalanan kita. Karena saya yakin mungkina diantara kita ada yang bertanya, kenapa Gontor tidak menyewa saja akuntan yang profesional yang kredible daripada menyerahkan ratusan milyar uangnya kepada para Guru muda itu?
Kenapa tidak membuka semacam Alfa Mart dan memberikan wewenang pengaturan manajemen keuangnnya kepada para pelaku bisnis profesional daripada memberikannya kepada para santri yang masih berusia 17-20 tahun itu? Jawabnnya perkiraan saya adalah, karena Gontor tidak butuh profesionalisme itu.
Karena bagi Gontor, kejujuran, keseriusan, dan kemauan untuk beramal dengan ikhlas itu lebih utama dari profesionalisme yang biasanya cenderung berujung materi.
Karena para santri dan Guru muda itu sudah mengarungi kehidupan pesantren, di gembleng dengan berbagai nasehat dan petuah dari para pimpinan, di bina dan diarahkan oleh para pembimbing, terkadang salah sehingga dimarahi, terkadang keliru sehingga harus dibentak pak Kyai, terkadang tidak tidur hanya gara-gara selisih uang yang Cuma 500 perak, dan nilai tanggung Jawab ini yang dilatih dan diajarkan di Gontor.
Bukan soal efisinesi yang dkejar Gontor. Demi Allah, kalau Gontor mau, membayar akuntan bergaji pulihan juta sekalipun Insya Allah Gontor mampu melakukanya, tapi nilai tanggung jawab dan nilai kejujuran yang di berikan pesantren kepada para santrinya ini yang tidak bisa di tawar dengan apapun.
Tidak masuk akal?? Biasa, karena kita memang berada di dunia yang sedikit berbeda dari yang kita hadapi diluar….
Sekarang coba kita lanjutkan perjalanan lagi. Ada para santri yang memasak di dapur, ada para santri yang mengurusi obat-obatan di bagian kesehatan, ada para santri yang megurusi bagian kantin pelajar, ada santri yang mengurusi olah raga, ada para Guru muda yang mengurusi percetakan pesantren, ada Guru Muda yang mengurusi Toko Besi pesantren, ada Guru muda yang diberi tigas mengurusi Koperasi Guru, ada Guru Muda yang diberi tugas di Toko Buku pesantren.
Dibayar berapa masing-masing santri dan Guru muda itu setelah seharian bekerja? TIDAK DIBAYAR sepeserpun.
Bahkan para santri itu masih harus tetap membayar SPP dan uang makan setiap bulan, para Guru itu tetap harus membayar biaya skripsi dan KKN perkuliahan mereka. Kenapa mereka mau??
Karena para santri dan Guru Gontor itu semua memahami, bahwa ketika mereka diberi amanah, itu berrati mereka dipilih oleh pimpinan. Diberi kepercayaan penuh.
Kehormatan apa yang lebih besar di sebuah pesantren dari sebuah rasa percaya dari pimpinan ?
Mereka sepenuhnya juga menyadari, bahwa ini adalah dalam rangka pendidikan buat mereka. Bagaimana mengelola uang, bagaiman melayani pelanggan, bagaimana meloby pemasok barang, bagaimana belanja keprluan dapur, bagiamana mereka ngopeni santri yang sakit dan berbagai pendidikan lain yang tidak akan mereka dapat jika mereka tidak aktif pada bagian-bagian yang merek ditunjuk itu.
Bahwa ditugaskannya mereka di bagian-bagian itu adalah ladang belajar yang sebenarnya, yang bisa jadi dari pembelajaran itu kelak mereka bisa menggapai impian mereka ketika menyelesaikan studi mereka di pesantren.
Ini yang mahal, ini yang tak tergantikan, ini yang di sadari sepenuhnya oleh para santri dan Guru. Membantu pesantren adalah membantu Allah, dan barang siapa membantu Allah, maka pasti Allah akan bantu mereka…..
….ah, ada satu lagi yang mungkin terlepas dari pengamatan kita…para personel santri yang di tugaskan itu…setiap tahun berganti, jadi tidak ada yang tetap pada posisi yang sama dalam waktu lebih dari satu tahun.
Lalu dimana profesionalisme nya?? Ada pada laporan pertangung jawabn yang mereka laporkan dalam satu tahun itu….Itulah tanggung jawab, itu kejujuran, itulah psofesionalisme kami…MAHAL…TAK TERBELI …