Banyak orang yang salah menilai soal kenapa santri Gontor itu terkesan sombong. Jika menulis tentang Gontor, maka seakan-akan Gontor paling wah, dan seakan-akan yang lain itu berada dibawah Gontor. Begitu pula di sebuah komunitas, Alumni Gontor dinilai sok tahu kerjaan, sok cari kesibukan. Pokoknya sombong sekali alumni Gontor itu. Benarkah alumni Gontor sombong??
Bapak-ibu wali santri sekalian…
Di Gontor kita dikenalkan istilah yahanu. Apa itu yahanu, entah apa arti asli dari yahanu ini. Tapi secara ma’nawy semacam semacam PD over dosis, begitulah kira2. Dan ini diajarkan, dididikkan, dilatihkan setiap hari di Gontor. Maka boleh dikata, yahanu ini adalah salah satu hasil didikan Gontor. Kenapa harus yahanu??
Karena kita butuh kebanggaan, secara manusiawi kita butuh dipuji. Butuh diperhatikan. Bayangkan, para santri itu jauh dari orang tua, hidup di komunitas baru, dilingkungan baru, tanpa Tv, tanpa Hape, tanpa gadget pendukung unsur kebahagiaan manusiawi diatas. Maka bagaimana membanggakan diri sebagai santri dengan suasana diatas? Di saat teman-temannya bangga dengan hape mereka, bangga dengan acara televisi yang mereka tonton, disini mereka tertunduk diatas setumpuk buku yang harus mereka pelajari. Maka perasaan menjadi anak terbuang akan menjadi jadi. Bahwa dia terbuang di pondok akan menjadi nyata. Maka kita butuh percaya diri itu, butuh rasa percaya kepada pondok dan percaya bahwa di pondok ini mereka mendapat apa yang mereka impikan, dan disini mereka bisa bangga. Karena bisa berprestasi meski tanpa gadget di kanan dan kiri.
Maka itu ketika mereka datang ke Gontor, mereka langsung di minta meneriakkan “gontor is the best”. Lalu berlanjut ke”Rayon saya adalah yang terbaik”. Kemudian “Pot saya adalah jawara diatas jawara”. Lalu “club olah raga saya tak terkalahkan”. Kemudian munculah satu persatu kebanggaan itu muncul, dari mulai club muhadoroh, kelas, kamar, kebangaan dalam organisasi.
Maka santri Gontor hidup dari satu kebanggan kepada kebangaan yang lain. Dari satu kepercayaan ke atas kepercayaan yang lain. Yang berprestasi, dipuji. Diumumkan ke seantero jagad gontory, para santri itu harus bangga. Harus percaya diri. Meski kemenangan pada suatu lomba itu hanya akan di kenang di Gontor, tapi efek dari kemenangan itu untuk diri pribadi sangat luar biasa.
Mereka bisa jadi merasa sebagai pemain terbaik, orator terbaik, pelukis terbaik, pemain teater terbaik, pramuka terbaik dan yang lainnnya. Dan ini yang paling istimewa, pujian dari pimpinan. Pujian ini begitu istimewa. Karena langsung dari pimpinan, “ini kader-kader terbaik gontor”,”merekalah penerus kami yang siap berjuang membela Islam” atau “mereka adalah santri yang siap kita terjunkan di manapun”. Demikian kira-kira pujian pak Kyai di depan umum. Siapa yang tidak bangga disebut pak kyai didepan masyarakat umum?
Mengapa istilah ini muncul, jumlah karna hal-hal yang membuat anak-anak Gontor menjadi “Yahanu”. Dan sengaja dibikin percaya diri dengan yahanu itu. Bagian keamanan berdiri dengan tidak boleh tersenyum denga tatapan tajam dan disiapkan untuk berteriak keras. Bajunya berjas dan dengan penampilannya dibuat berwibawa sekali, ini juga yahanu ala Gontor.
Di Gugus Depan kepramukaan, para pengurusnya di wajibkan berpakaian kpramuka lengkap dengan berbagai atribut kepramukaan. Dari mulai tali peluit, melingkar rapi, sampai hitam dengan tanda Garuda di sebelah kanan. Membawa tongkat komando ala militer, mereka meminta cengegesan di depan anggota pramuka yang lain.
Saat pergantian OPPM (organisai pelajar) Maka para pengurus lama berjas rapi dengan mambawa peta laporan berjalan ke Aula untuk serah terima jabatan. Diringi musik yang membuat bersemangat terbakar semangatnya. Menatap lurus kedepan dan menjalankan laksana paspampres (pasukan pengawal presiden) cepat dan tanggap. Yang juga koordinator pramuka. Ini malah diringi suara marching Band yang menggelora, ibarat pasukan yang mau berangkat perang, satu persatu para pengurus naik ruang aula gedung pertemuan.
Para Guru mengenakan dasi yang rapi, jika perlu berjas dalam mengajar. Baju masuk, sepatu bersih dan rapi, beberapa buku pegangan guru, bahkan tidak boleh diizinkan, karena untuk menjada wibawa Guru ini. Sekali lagi, ini semua sebagai bentuk ‘Yahanu ”dalam artian yang baik. Karena biasanya, para santri yang didik Yahanu ini punya kebiasaan percaya diri yang tinggi, sehingga mampu mengerjakan sesuatu yang sebeluknya bahkan tahu saja.
Jadi “Yahanu” dalam arti yang baik ini adalah ajaran Gontor. Untuk memupuk percaya diri, akhirnya terpacu untuk melatih kemampuan, sehingga akhirnya menjadi sesuatu yang diharapkan. Inilah “yahanu” yang senagajadikan oleh Gontor kepada sleuruh santrinya.
Jadi Mudabbir (Pegurus Asrama) yang tidak utama, harus serius, karena pandangan santri Mudabbir itu disegani, dan senagaja dididik untuk disegani. Jadi pengurus olah raga harus serius, harus bisa main juga, maka karena ada persetujuan itu maka orang yang ga bisa main bola maka dia akan berlatih mati-matian untuk bisa main bola dan akhirnya bisa jadi…
Maka tampillah santri gontor dengan kepercayaan diri tinggi. Menyelesaikan semua amanah meski awalnya masih coba-coba, tapi bahasa kerennya mungkin AFFIRMASI ya… Karena didikan dari awalnya soal Yahanu ini, maka biasanya setelah coba-coba itu jadi bisa lalu jadi mahir. Menjadikan kesan seakan-akan santri gontor bisa semuanya. Diberi amanah apapun pasti bisa melakukannya. Ya karena santri Gontor itu yahanu itu tadi….
Jadi jangan karena tulisan saya antum melihat saya sebagai penulis handal yang bisa menulis apapun dengan bahasa saya. Lha wong saya ini cuma yahanu bisa nulis saja, perkara antum nyaman membaca tulisan saya, ya itu AFFIRMASI barangkali.
Karena tulisan saya juga dulu tidak begini…tulisan saya dulu sifatnya hiburan saja, cengengesan, tidak pernah serious, sama juga dengan tulisan alumni yang sekarang bertamu di Grup ini… Tapi karena berkali-kali nulis, di komentarin netizen, sampai di ingatkan sekpim, sampai di ingatkan putera kyai Gontor, sampai nyaris putus asa karena selalu salah dalam menulis… Akhirnya tibalah saya seperti ini sekarang…
Beda halnya dengan sombong. Sombong kata nabi adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. Jadi yahani bukanlah kesombongan selama tidak merendahkan orang lain tidak merendahkan organisasi yang lain. Maka percayalah, jika antum melihat ada alumni Gontor bisa ngemce, pandai pidato, ngotot debat, semangat 45 di organisasi, terampil main bola, bisa main musik, enak baca Al-qurannya, merdu sholawatnya, lihai pramukanya, gemulai tarian daerahnya, lantang baca puisinya, percayalah… Mereka sedang YAHANU… Tapi bisa jadi mahir beneran saat ini…
*silahkan di copas dengan menyebutkan sumbernya. Mohon maaf karena kebijakan group, tulisan ini tidak bisa di share